Bullying, kata ini mungkin sekarang tidak asing lagi untuk kita dengar. Akhir-akhir ini kasus bullying sudah mulai menyeruak di dunia medsos tanah air. Sebenarnya, Bullying sendiri sudah ada sejak jaman dahulu, sejak ibu saya kecil perilaku ini katanya juga sudah ada. Yang membuat saya begitu sedih ketika membahas ini, tindakan bullying ini terjadi dikalangan anak-anak meskipun banyak juga kasus yang terjadi di kalangan orang dewasa.
Apa itu bullying? menurut Seijiwa dalam bukunya yang berjudul Bullying Mengatasi Kekerasan Di Sekolah
dan Lingkungan Sekitar Anak, Bullying diartikan sebagai penggunaan
kekuasaan atau kekuat-an untuk menyakiti
seseorang atau kelompok sehingga korban
merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Ya, Bullying adalah tindakan mendiskriminasi pihak lain yang kalau kita lihat membuat dampak sangat besar. Menurut beliau, bentuk bullying terbagi tiga, pertama: bersifat
fisik seperti me-mukul, menampar, memalak.
Kedua, bersifat verbal seperti: memaki, menggosip,
mengejek dan ketiga bersifat psikologis,
seperti: mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan,
mendiskriminasi.
Saya tertarik untuk membahas bullying di kalangan anak-anak, bahkan dikalangan balita (anak bau kencur istilahnya, wkwkwk). Berkaca pada masalalu (ceilee), saya pernah menjadi korban maupun pelaku bullying. Saya pengen menuliskan ini karena menurut saya ini penting untuk pengetahuan orang tua, jangan sampai kita sudah berusaha untuk menghindarkan anak kita menjadi korban bullying tapi lupa menghindarkan mereka menjadi pelaku Bullying.
Waktu kecil, saya memang hidup dari keluarga yang cukup berkekurangan, ibaratnya badan gak terawat rambut kotor, banyak ingus dan sebagainya. Hal itu membuat saya menjadi korban empuk intimidasi dari para temen-temen sepantaran maupun diatas saya dilingkungan rumah saya. Pengalaman yang paling membekas adalah ketika saya di masukkan ke dalam sungai lalu saya di siram air oleh segerombolan anak di atas usia saya. Saya juga pernah dilempar mercon oleh anak laki-laki, akhirnya mercon itu nempel di baju yang saya sangat sayangi sampai kebakar (untungnya meledaknya ketika udah jatuh ke tanah). Pengalaman itu tidak akan pernah hilang dari memory otak saya sampai sekarang, wajah mereka saat mereka mengintimidasi saya juga masih lekat dalam pandangan saya sampai sekarang meskipun saya sudah memaafkan mereka.Tak sampai disitu, disekolah pun saya juga korban Bullying dari kelas satu hingga kelas enam SD, berkali kali tas saya disembunyikan, baju saya yang terobek karena ditarik teman, dan yang paling fatal adalah ketika uang jajan saya disetor ke teman saya selama hampir empat tahun. Ketika saya mengadu ke ibu, ibu bahkan sudah pengen melapor ke sekolah, tapi saya malah nangis kejer, karena saya terlalu inferior khawatir kalau nasib saya tambah tragis di sekolah.. :D
Ketika kelas enam SD, saya mulai punya kekuatan dan tekad untuk berubah. Ketika saya diterima di SMP kecamatan dengan nilai NEM tertinggi saya merasa diatas angin. Saya berubah menjadi anak nakal dan punya kekuatan untuk mengintimidasi orang lain. ya, ketika di SMP itulah saya menjadi pelaku bullying. Entah berapa orang menangis ditangan saya, entah berapa kali saya berkelahi, entah berapa kali saya dihukum guru saya. Saya sedih banget kalau ingat ini, ingat kalau banyak yang mengalami perasaan seperti yang saya alami, perasaan traumatis terhadap perlakuan orang lain ke saya.
Makanya bullying itu penyakit, ini serius, korban Bullying seperti saya cenderung menjadi pribadi pendendam dan tidak percayaan sama orang lain. Makanya, ketika SMP saya jadi tempramental, saya jadi berbuat semena-mena sama orang lain hanya agar membuktikan bahwa saya orang kuat. dan itu seperti rantai yang tidak berkesudahan. Menyedihkan bukan?
Bullying harus dicegah, bagaimana caranya? Cara pertama tentu mengajarkan anak kita akhlak yang baik agar tidak menjadi pelaku bullying, agar tidak gampang menyakiti anak lain. Tapi apakah semua orang tua intens mengingat ini? ternyata tidak, pengalaman saya baru-baru ini ada orang tua yang tidak peduli anaknya menyakiti orang lain, dia berpikir bahwa kelakuan anak itu hanya kelakuan anak biasa aja, wajar karena masih kecil. Padahal, saya merasa si anak telah melakukan tindakan bulliying terhadap anak lain.Anak saya, yang usianya baru aja dua tahun itu telah mengalami bullying dari rekan seusianya, dia dikatain jelek, rakus dll. Saya sih pas disitu cuma bisa menasehati si anak bahwa kata-kata itu jelek, tidak boleh dikatakan oleh anak-anak. Meskipun saya mengurut dada, si Ibu biasa aja melihat kelakuan anaknya yg seperti itu (tidak hanya ke amira).Sekarang ketika saya telah menjadi seorang ibu, saya tentu ingin anak saya tumbuh dengan baik. menghindarkan dia agar tidak menjadi korban bullying menjadi PR pertama saya, terlebih menghindarkan dia menjadi pelaku bullying. Jangan sampai anak kita menyakiti anak lain, anak yang menjadi harapan orang tua lain.
Cara pertama tentu mencari tahu apa penyebab anak melakukan tindakan bullying.
Berikut saya rakum dari blog-blog yang saya baca
1. Kurang perhatian
kurangnya perhatian orang tua menyebabkan si anak mencari-cari perhatian, mereka cenderung mencari "masalah" untuk mendapat perhatian si anak.
2. Pola asuh dalam keluarga
Tak salah jika banyak yang mengatakan bahwa keluarga adalah faktor utama permasalahan yang terjadi pada anak karena keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Sikap bullying merupakan pengembangan dari sikap anak yang agresif. Mereka yang mengembangkan perilaku agresif tumbuh dalam pengasuhan yang tidak kondusif, mulai dari kedekatan yang tidak aman dengan pengasuhnya, tuntutan disiplin yang terlalu tinggi dari orang tuanya dan bahkan masalah hubungan kedua orang tuanya: konflik suami-istri, depresi, antisosial dan bahkan melakukan tindakan kekerasan di rumah.
3. Ekspos kekerasan dari media
Si anak yang peniru ulung, cenderung meniru dari apa yang mereka lihat, makanya sebisa mungkin hindarkan anak kita dari tontonan yang tidak mendidik
4. Pernah mengalami kekerasan sebelumnya
Nah ini saya banget, karena sebelumnya saya sering menerima kekerasan baik verbal maupun fisik saya jadi merasa haru "balas dendam". Hiks, makanya jaga anak kita dari para pelaku bullying
bagaimana kiat menjadikan anak kita terhindar dari menjadi korban maupun pelaku bullying?
*tobecontinued yaa..
saya mau baca dulu.. wkwkwkwk
*karena menulis menasehati diri kita sendiri


0 comments:
Post a Comment