Indahkah nikah dengan Ta'aruf?



Akhir-akhir ini saya sering mengikuti IG storynya Mbak Indadar*, yang nampaknya beliau telah menemukan tambatan hati semenjak memtuskan bercerai dengan mantan suaminya....
Saya, enggak tau kenapa tiba-tiba tertegun, kagum dan merinding sendiri melihat kisah cinta mbaknya dengan suaminya sekarang... adem, bahagia dan penuh pesona...
seperti janji saya sebelumnya saya ingin mencatat proses taaruf saya dengan suami

menengok pengalaman saya 5 tahun silam (wah ternyata sudah 5 tahun ya, masyaaAlloh) saya ditakdirkan menikah dengan laki-laki yang pernah saya cintai dalam diam... 5 tahun sebelumnya, sebelum saya belajar mengenai fitnah lawan jenis saya mengagumi sosoknya,,, sosok yang begitu teguh menjaga izzahnya dalam pergaulan dengan lawan jenis...

Iya, saya mengajak beliau menikah kala itu.. meskipun lewat tangan orang lain yang menanyakan mengenai kesiapannya untuk menikah (menikah dengan saya tentunya, haha).. Beliau kemudian meminta saya untuk istikharah, agar kita senantiasa ridho atas segala ketetapanNya.. dan ternyata benar, Aral dan rintangan silih berganti mendera dalam proses itu... siapa sangka ditengah perjalanan beliau meminta untuk menghentikan proses  ta'aruf tersebut, hati saya hancur berkeping-keping... Malu, sedih kecewa dan lain-lain.. hingga kala itu sahabat saya menasehati saya dengan nasehat yang luar biasa
"kamu tahu es, apa arti doa istikharah yang terus menerus kamu panjatkan? doa itu meminta jika itu baik untuk mu, untuk hidupmu, untuk agamamu maka mudahkanlah proses ini, jika itu tidak maka jadikan kamu ridho atas ketetapanNya, Ridho artinya tidak ada rasa sedih atas gagalnya proses ini dan Alloh akan ganti dengan yg lebih baik"
dan ya, Alloh telah takdirkan kami menikah, Alhamdulillaah dengan proses taaruf yang sangat singkat, tiga bulan saja kami berusaha saling mengenal setelah 5 tahun kami lost contact..

Ternyata, proses pengenalan itu tidaklah cukup dalam kami saling mengenal, saya tak mengenalnya sama sekali, pun demikian dengan suami yang juga tak mengenal saya..
kami bertolak belakang, kami merasa tidak saling cocok....
di awal-awal pernikahan seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya adalah waktu yang sangat berat bagi kami.. penyesuaian diri dengan masing-masing..
hingga saya menemukan sebuah kata-kata yang saya jadikan pedoman hingga sekarang

"kesalahan komunikasi paling fatal adalah keengganan untuk menjadi apa yang dimaui pasangan"

ini yang membuat keadaan kami makin membaik... kami berusaha menjadi apa yang diingini pasangannya..

Hal yang sangat berat ketika itu, ketika saya disuruh menggunakan jilbab besar dan berwarna gelap untuk pergi ke kantor... saya takuuuut banget waktu itu... merasa tidak siap, dan khawatir jika terjadi penolakan di kantor dan diantara temen-temen saya..
saya selalu berkilah, itu temen saya (yang mengaji salaf juga) jilbabnya tidak besar, masih pakai jilbab segiempat, dan suamipun lalu menimpali kamu mau nurut suami atau ngikutin dia? 
jleb banget.. dengan berat hati saya memakai jilbab besar, waktu itu jenis jilbab besar tidak sebanyak sekarang.. saya menggunakan jilbab lebar dari kaos (T.T) sering dibilangin kog kekantor pakai jilbab kayak gitu (dan ketika dibilangin kayak gitu saya jadi merutuki nasib menikah dengannya)

Ujian berikutnya adalah LDM... Suami ketika ta'aruf tak pernah menyangka akan menjalani LDM dalam pernikahannya.. karena yang beliau tahu ketika sudah menikah sang istri boleh langsung ikut suami penempatannya.. tetapi tidak bagi instansi saya, kami meskipun sudah menikah tetap harus penempatan sesuai dengan yang sudah ditentukan (sebelumnya milih dulu). Saya memilih penempatan di Sulawesi Selatan, 3-4 Jam dari Bandara Sultan Hasanuddin untuk jangka waktu yang tidak saya tahu...
Sedih banget, beliau pasti lebih... hari-hari kelabu menggelayuti pernikahan kami menjelang penempatan... selalu ada rasa takut menghadapi hari itu, meskipun waktu itu masih belum tahu kapan penempatan dimulai..
akhirnya penempatan itu tiba, di awal bulan maret.. kami menata hati dengan selalu mensugesti bahwa penempatan ini hanya sementara, tidak akan lama, kami pasti kuat menjalani semua ini.. Suami mengantarkan saya ke Bandara.. dengan mata berkaca-kaca beliau bilang "hati-hati di sana ya, kamu sih gak pernah belajar rajin, jadinya penempatan jauh kan" hwaaa (saya terus menangis dan meneteskan air mata, bahkan sekarang ketika saya menuliskan ini saya meneteskan airmata lagi)

Jarak yang sangat jauh, tiket pesawat mahal dan perbedaan waktu membuat saya hampir gila di tempat penempatan... Apalagi di sana saya sudah dibilang minimal empat tahun baru boleh pindah.. :'( makin deh rasanya gado-gado.. gaji sayapun tiap bulan habis cuma buat beli tiket pesawat :(
setiap kali ada yang ngomongin pindah, udah sensi banget pokoknya.. hehehehe

Tapi Alloh Maha Baik., Suami dapat rejeki sekolah di Unhas 1,5 Tahun kemudian.. alhamdulillah akhirnya kami bisa bertemu seminggu sekali dengan biaya yang lebih murah... dan selepas beliau lulus saya diperbolehkan pindah tugas mengikuti suami...

Rumah Tangga, dengan ta'aruf dengan LDM kami masih terus bersinergi untuk menjaga nahkoda ini.. sekarang sudah ada Penyejuk Hati kami, sang anak pertama...

Banyak Ujian silih berganti, mungkin takkan bisa menuliskan disini.. tapi tidak adakah rasa bahagia? 
tentu tidak... Alloh telah menjanjikan kemudahan selepas kesulitan,, Alloh hadirkan pelangi selepas hujan badai, Alloh hadirkan fajar selepas pekat malam..
Saya selalu merasa bahagia dan bersyukur dianugerahi suami seperti beliau.. kalau beliau tidak tegas kepada sya, tentu sampai sekarang jilbab saya masih pendek, tentu saya belum bisa naik motor, tentu saya tidak bisa menjadi manusia kuat berhati baja menjadi working mom dan full eping ke anak saya.. semua atas ijin Alloh, karena suami saya tegas (dan galak, haha) ke saya..
Maka bersyukurlah, Alloh pasti menjodohkan kita dengan pilihanNya yang terbaik... kalau kita merasa itu tidak baik, itu karena kita belum dapat mengambil hikmah dibaliknya.

Makanya saya suka sedih, ketika ada yang merasa kehidupan pernikahannya sengsara hanya karena merasa "terbohongi" oleh ta'aruf dan pernikahan mereka kandas ditengah jalan hanya karena merasa tidak cocok... :'( sedih aja sih tidak menjudge, mereka mungkin merasa ketidakcocokannya terlalu berat sehingga tidak bisa diperjuangkan kembali..
Tulisan ini saya dedikasikan kepada semuaaa sahabat, dan siapapun yang membaca ini dan merasa kehidupan pernikahannya tidak bahagia.. percayalah bahwa pasangan yang telah diciptakan dan ditakdirkan untukmu adalah yang terbaik.. mulailah berkomunikasi, dan jadilah apa yang dimaui suami selama itu tidak bertentangan dengan perintah dan LaranganNya..
dan iya, benar.. 

"kesalahan komunikasi paling fatal adalah keengganan untuk menjadi apa yang dimaui pasangan"




Esti, karena menulis adalah untuk menasehati diri sendiri




CONVERSATION

0 comments:

Back
to top